Minggu, 16 Maret 2008

Kualitas Penerapan Ejaan dan Pemakaian Kalimat pada Karya Tulis Ilmiah Siswa Kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura

Kualitas Penerapan Ejaan dan Pemakaian Kalimat pada Karya Tulis Ilmiah Siswa Kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura


Ni Luh Partami

1. Pendahuluan

Pada Bunga Rampai edisi ini disajikan tulisan yang merupakan ringkasan penelitian yang berjudul “Bahasa Indonesia pada Karya Tulis Ilmiah Siswa Kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura, Bali” oleh Partami, 2006. Penelitian ini didasarkan pada pemakaian bahasa Indonesia yang belum digunakan secara maksimal, baik dalam media massa, perkantoran, dan perorangan. Dalam bidang-bidang tersebut masih ditemukan kesalahan-kesalahan pemakaian bahasa Indonesia, khususnya ejaan, misalnya pemakaian huruf kapital (pulau Bali) dan penulisan gabungan kata (kerjasama dan pertanggung jawaban).
Permasalahan yang dibahas meliputi (a) penerapan kaidah ejaan, dan (b) pemakaian kalimat pada karya tulis siswa Kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura.
Tulisan ini menerapkan teori struktural. Penerapan teori struktural adalah untuk mengamati pemakaian struktur bahasa Indonesia pada karya tulis siswa Kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura, Bali. Untuk mendukung hal itu, buku-buku lain yang dijadikan acuan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (1992) dan buku-buku seri penyuluhan, yaitu Ejaan dan Kalimat.

2. Ejaan, Pilihan Kata, dan Kalimat pada Karya Tulis Siswa Kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura

Pemakaian bahasa Indonesia pada karya tulis siswa Kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura dideskripsikan berdasarkan 2 hal, yaitu (1) pemakaian ejaan, (2) pilihan kata, dan (3) kalimat. Kedua butir analisis itu dideskripsikan berturut-turut berikut ini.

2.1 Pemakaian Ejaan
Kesalahan penulisan ejaan yang menonjol pada karya tulis siswa adalah penulisan huruf kapital, penulisan huruf miring, dan pemakaian tanda baca. Berikut contoh kesalahannya.
(1) Kemiskinan merupakan salah satu masalah terbesar Bangsa Indonesia.

(2) Saya mohon para penegak hukum segera menindaklanjuti sesuai dengan Undang-Undang.

(3) Semua skill yang kita miliki nantinya akan sangat berguna bagi kita.

(4) ... Oleh karena itu, jangan mencoba narkoba: Say no to drugs.

(5) Anak S.D. pun sudah ada yang memakai narkoba.

(6) Mungkinkah aku akan berhasil?.

(7) Narkoba banyak memiliki jenis, seperti ganja, ekstasi dan sabu-sabu.
(8) … Oleh karena itu kita sebagai pelajar harus menghindari barang haram tersebut.

(9) Narkoba jika dikonsumsi secara berlebihan dapat membuat pemakainya ketagihan.

(10)… yang membekingi bandar-bandar besar sedangkan yang kita lihat di tv hanya para kurir.

(11) Karena terus-terusan mengonsumsi narkoba tubuh mereka menjadi rapuh.

(12)Kita harus pandai-pandai menjaga diri, supaya tidak terjerumus pada pergaulan bebas.


Data (1)—(2) merupakan contoh kesalahan pemakaian huruf kapital yang ditemukan pada karya tulis siswa Kelas 3 SMA Perhotelan Parisada Amlapura, Bali. Dalam salah satu butir kaidah pemakaian huruf kapital disebutkan bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa. Jika dicermati, pada contoh (1) terdapat kata bangsa yang diikuti nama bangsa Indonesia. Akan tetapi, penulisan huruf pertama kata bangsa tidak sesuai dengan kaidah pemakaian huruf kapital, yaitu menggunakan huruf kapital pada huruf pertama B. Menurut kaidah, seharusnya huruf b pada bangsa ditulis dengan huruf kecil, kecuali mengawali kalimat. Dengan kata lain, huruf kapital hanya digunakan pada nama bangsa, seperti bangsa Indonesia, bangsa India, dan bangsa Mesir. Dengan demikian, penulisan bangsa dengan menggunakan huruf awal huruf kapital seperti pada contoh (1) tidak sesuai dengan kaidah pemakaian huruf kapital.
Kaidah pemakaian huruf kapital yang lain adalah pemakaian huruf kapital pada unsur-unsur kata ulang sempurna. Disebutkan dalam kaidah bahwa huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Jika dikaitkan dengan contoh (2), terlihat ketidakcermatan siswa dalam penulisan unsur-unsur bentuk ulang sempurna kata undang-undang yang tidak diikuti nama diri, yang kedua unsurnya menggunakan huruf kapital (Undang-Undang) Berdasarkan kaidah ejaan, huruf pertama unsur-unsur kata ulang sempurna yang tidak diikuti nama diri, seperti contoh (3) ditulis dengan huruf kecil. Contoh (1)—(2) dapat diperbaiki seperti (1a)—(2a) berikut.
(1a) Kemiskinan merupakan salah satu masalah terbesar bangsa Indonesia.

(2a) Saya mohon para penegak hukum segera menindaklanjuti sesuai dengan undang-undang.


Sesuai dengan kaidah, kata-kata asing yang ejaannya belum disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia atau kata asing yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia Indonesia harus ditulis dengan huruf miring. Akan tetapi, kaidah penulisan huruf miring seperti itu belum diterapkan secara baik oleh siswa. Dalam karya tulis siswa yang dijadikan sumber data masih ditemukan penulisan kata asing yang tidak sesuai dengan kaidah seperti terlihat pada (3)—(4).
Pada (3)—(4) terdapat kata-kata asing yang tidak ditulis dengan huruf miring, seperti skill (3) dan Say no to drugs (4). Karena masih dalam bahasa asing (Inggris), kata-kata tersebut seharusnya ditulis dengan huruf miring. Namun, dalam tulisan tangan, seperti karya tulis siswa yang ditulis tangan, penulisan kata asing ditandai dengan garis bawah. Berikut ini diberikan perbaikan data (3)—(4) dalam dua model, yaitu cetak miring (a) dan garis bawah (b).
(3a) … karena tanpa skill atau keahlian khusus yang dimiliki, suatu perusahaan tidak mau menerima.

(3b) … karena tanpa skill atau keahlian khusus yang dimiliki, suatu perusahaan tidak mau menerima.

(4a) Oleh karena itu, jangan mencoba narkoba: Say no to drugs.

(4b) Oleh karena itu, jangan mencoba narkoba: Say no to drugs.


Dalam data, sebagian besar ditemukan model penulisan tanda baca
titik seperti pada contoh (5)—(6). Kekurangcermatan contoh (5) terletak pada pemakaian tanda titik (.) pada nama lembaga pemerintahan (S.D.). Dalam kaidah ejaan disebutkan bahwa tanda titik tidak digunakan, baik dalam singkatan nama resmi lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, maupun dokumen resmi yang terdiri atas huruf-huruf awal kata yang ditulis dengan huruf kapital. Dengan demikian, singkatan S.D. pada contoh (5) seharusnya tidak menggunakan tanda titik karena singkatan-singkatan tersebut termasuk singkatan nama lembaga pemerintahan yang berupa huruf-huruf awal kata. Jadi, contoh (5) dapat diperbaiki dengan menghilangkan tanda titik pada masing-masing huruf singkatan, seperti (5a).
(5a) Anak SD pun sudah ada yang memakai narkoba.


Contoh (6) adalah contoh pemakaian tanda baca titik yang salah. Pada contoh (6) terdapat dua tanda baca yang mengakhiri kalimat, yaitu tanda tanya dan tanda titik. Jika dicermati, contoh (6) adalah kalimat tanya sehingga tanda baca yang mengakhiri adalah tanda tanya. Tanda baca titik tidak diperlukan dalam kalimat yang diakhiri, baik dengan tanda tanya maupun tanda seru. Hal itu sesuai dengan kaidah pemakaian tanda titik yang menyatakan bahwa tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Sesuai dengan kaidah itu, contoh (6) dapat diperbaiki seperti (6a).
(6a) Mungkinkah aku akan berhasil?

Kesalahan pemakaian tanda koma juga banyak ditemukan dalam karya tulis siswa yang dijadikan sumber data. Hal itu disebabkan, antara lain, oleh ketidakkonsistenan dalam penerapan kaidah tanda baca, khususnya tanda koma, atau sebagai akibat pengaruh ragam bahasa lisan.
Hal itu dapat dicermati pada (7)—(12).
Contoh (7) di atas merupakan contoh yang mengandung lebih dari dua perincian. Dalam kaidah pemakaian tanda koma disebutkan, jika jumlah perincian lebih dari dua, tanda koma harus dituliskan secara eksplisit sebelum dan. Akan tetapi, dalam contoh (7) tanda koma tidak dibubuhkan sebelum dan. Dengan demikian, perbaikan contoh (7) dapat dilihat berikut ini.
(7a) Narkoba banyak memiliki jenis, seperti ganja, ekstasi, dan sabu-sabu.


Contoh (8) adalah kalimat yang mengandung ungkapan peng-hubung antarkalimat Oleh karena itu yang tidak diikuti tanda koma. Sesuai dengan kaidah ejaan, penulisan ungkapan penghubung antarkalimat itu seharusnya diikuti tanda koma. Berikut adalah penulisan yang benar.

(8a) … Oleh karena itu kita sebagai pelajar harus menghindari barang haram tersebut.


Pernyataan jika dikonsumsi secara berlebihan (9) adalah bagian kalimat yang berupa keterangan tambahan atau penjelas. Menurut kaidah ejaan, penulisan keterangan tambahan seperti itu seharusnya diapit oleh tanda koma. Selain tanda koma, tanda pisah (—) juga dapat digunakan sebagai pengganti tanda koma, atau cara lain adalah dengan menempatkan unsur penjelas di dalam tanda kurung (…). Oleh karena itu, data (9) belum menerapkan kaidah pemakaian tanda koma, khususnya pemakaian tanda koma pada keterangan tambahan. Contoh (9) dapat diperbaiki dengan tiga cara seperti (9a), (9b), dan (9c).
(9a) Narkoba, jika dikonsumsi secara berlebihan, dapat membuat pemakainya ketagihan.

(9b) Narkoba--jika dikonsumsi secara berlebihan--dapat membuat pemakainya ketagihan.

(9c) Narkoba (jika dikonsumsi secara berlebihan) dapat membuat pemakainya ketagihan.


Berdasarkan kaidah ejaan, pemakaian ungkapan penghubung intrakalimat, seperti sedangkan (10) yang terdapat pada kalimat majemuk setara harus didahului oleh tanda koma. Akan tetapi, dalam contoh (10) tidak terdapat tanda koma sebelum ungkapan penghubung intrakalimat. Oleh karena itu, sesuai dengan kaidah ejaan, sebelum ungkapan sedangkan seharusnya diberi tanda koma sehingga penulisan yang benar adalah sebagai berikut.
(10a) … yang membekingi bandar-bandar besar, sedangkan yang kita lihat di tv hanya para kurir.


Contoh (11) adalah contoh kalimat majemuk setara yang anak kalimatnya mendahului induk kalimatnya. Anak kalimat yang mendahului induk kalimat dalam contoh (11) adalah Karena terus-terusan mengonsumsi narkoba, sedangkan induk kalimat contoh (11) adalah tubuh mereka menjadi rapuh. Menurut kaidah, tanda koma digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat mendahului induk kalimatnya. Dengan demikian, contoh (11) tidak sesuai dengan kaidah dan dapat diperbaiki seperti (11a).
(11a) Karena terus-terusan mengonsumsi narkoba, tubuh mereka menjadi rapuh.

Contoh (12) adalah contoh kalimat yang berpola induk kalimat mendahului anak kalimatnya. Kaidah ejaan menyatakan bahwa tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan induk kalimat dari anak kalimat jika induk kalimat itu mendahului anak kalimatnya. Dalam contoh (12) terdapat pemakaian tanda koma sebelum anak kalimat supaya tidak terjerumus pada pergaulan bebas. Jadi, pemakaian atau penambahan tanda koma sebelum penghubung intrakalimat, seperti supaya sebagai penanda anak kalimat tidak sesuai dengan kaidah ejaan. Dengan demikian, perbaikan contoh (12) dapat dilihat pada (12a).
(12a) Kita harus pandai-pandai menjaga diri supaya tidak terjerumus pada pergaulan bebas.


2.2 Pilihan Kata
Pilihan kata adalah mutu dan kelengkapan kata yang dikuasai seseorang sehingga ia mampu menggunakan secara tepat dan cermat berbagai perbedaan dan persamaan makna kata sesuai dengan tujuan dan gagasan yang akan disampaikan.
Syarat pilihan kata adalah (a) tepat, (b) benar, dan (3) lazim. Tepat adalah kata itu dapat mengungkapkan gagasan secara cermat. Benar, yaitu sesuai dengan kaidah kebahasaan. Lazim berarti bahwa kata yang dipakai dalam bentu yang sudah dibiasakan dan bukan merupakan bentuk yang dibuat-buat.
Berkaitan dengan pilihan kata, berikut ini dideskripsikan pilihan kata pada karya tulis siswa kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura, Bali.



(1) Pemakaian Verba tidak Berimbuhan

Saat ini sering dijumpai gejala penghilangan awalan pada kata verba, terutama dalam bahasa lisan. Penghilangan itu menjadi tidak layak jika digunakan di dalam bahasa tulis, apalagi dalam bahasa tulis yang memerlukan kadar kebakuan yang tinggi, seperti karya ilmiah. Gejala seperti itu juga ditemukan pada karya tulis siswa yang dijadikan sumber data. Berikut contohnya.
(1) Banyak generasi muda yang nganggur karena putus sekolah akibat pergaulan dan pengaruh lingkungan.

(2) Dari kecil aku punya sebuah cita-cita.

(3) … berhati-hati mengambil keputusan dan jaga lingkungan.

(4) Mereka tidak tahu akibat yang ditimbulkan oleh narkoba.


Verba nganggur (1), punya (2), jaga (3), dan tahu (4) tidak layak digunakan karena seharusnya verba itu berawalan meng- (pada 1 dan 3) dan meng-…-i (pada 2 dan 4). Oleh karena itu, keempat verba pada data (1—4) dapat diperbaiki menjadi (1a—4a).
(1) Banyak generasi muda yang menganggur karena putus sekolah akibat pergaulan dan pengaruh lingkungan.

(2) Dari kecil aku memunyai sebuah cita-cita.

(3) … berhati-hati mengambil keputusan dan menjaga lingkungan.

(4) Mereka tidak mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh narkoba.





(2) Pemakaian Kata yang Mubazir
Pengungkapan gagasan dalam kalimat tidak perlu bertele-tele. Penggunaan kata dengan cermat, hemat, dan sederhana menandakan penerapan ekonomi bahasa. Untuk penghematan kata atau bahasa perlu dihindari kata yang mubazir.
Ekonomi bahasa tampaknya belum diterapkan dalam karya tulis siswa Kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura. Kata-kata mubazir berikut ditemukan dalam sumber data.
(1) Para guru-guru harus bersatu memerangi narkoba.
(2) Banyak orang-orang belum bisa bersekolah karena tidak mempunyai biaya.

(3) Nakoba banyak jenisnya, seperti misalnya ….
(4) … yang telah diajarkan dari sejak kecil.
(5) Pada zaman era globalisasi ini ….
(6) Demi untuk menyenangkan diri, mereka melakakukan apa saja.
(7) Generasi muda sekarang ini sangat gampang sekali terpengaruh pergaulan yang menyimpang.

(8) Kemiskinan tampak bukan hanya di desa-desa saja, melainkan juga di kota-kota besar.

Kata para dan banyak pada (1—2) adalah penanda ketaktunggalan (kejamakan). Kata para dan banyak digunakan untuk menyatakan jumlah yang lebih dari satu. Sementara itu, kata ulang guru-guru dan orang-orang juga menyatakan kejamakan. Pemakaian kata para dan guru-guru (pada 1) dan banyak dan orang-orang (pada 2) secara bersamaan merupakan pemborosan kata. Kata tersebut menjadi mubazir karena kedua kata itu (para dan guru-guru, banyak dan orang-orang) memiliki makna yang tidak jauh berbeda, yaitu bermakna jamak. Jadi, contoh (1—2) dapat diperbaiki seperti (1a, b—2a, b).
(1a) Para guru harus bersatu memerangi narkoba.
(1b) Guru-guru harus bersatu memerangi narkoba.
(2a) Banyak orang belum bisa bersekolah karena tidak mempunyai biaya.

(2b) Orang-orang belum bisa bersekolah karena tidak mempunyai biaya.


Kata seperti dan misalnya (pada 3), dari dan sejak (pada 4), dan zaman dan era (pada 5) sebenarnya merupakan kata yang bersinonim. Dari segi ekonomi bahasa, pemakaian kata yang bersinonim secara bersama-sama dapat menyebabkan salah satu kata itu mubazir. Oleh karena itu, untuk menghindari kemubaziran, sebaiknya salah satu kata saja yang digunakan. Agar lebih ekonomis, contoh (3—5) dapat diperbaiki menjadi (3a, b—5a, b).
(3a) Nakoba banyak jenisnya, seperti ….
(3b) Nakoba banyak jenisnya, misalnya ….
(4a) … yang telah diajarkan dari kecil.
(4b) … yang telah diajarkan sejak kecil.
(5a) Pada zaman globalisasi ini ….
(5b) Pada era globalisasi ini ….

Kata bersinonim lainnya adalah demi untuk (6) dan sangat … sekali (7) yang dipakai bersama-sama dalam satu kalimat. Menurut kaidah, kata yang bersinonim tidak digunakan secara bersama dalam sebuah kalimat karena dapat menimbulkan kemubaziran. Agar tidak mubazir, hanya salah satu kata yang digunakan dalam kalimat. Alternatif perbaikan data (6—7) dapat dicermati berikut ini.
(6a) Demi menyenangkan diri, mereka melakakukan apa saja.
(6b) Untuk menyenangkan diri, mereka melakakukan apa saja.
(7a) Generasi muda sekarang ini sangat gampang terpengaruh pergaulan yang menyimpang.

(7b) Generasi muda sekarang ini gampang sekali terpengaruh pergaulan yang menyimpang.


Pada data (8) terdapat pemakaian kata hanya dan saja. Kata hanya dan saja memiliki kandungan yang berbeda sehingga pemakaiannya dalam kalimat tidak dapat saling menggantikan posisi dan makna yang sama. Kata hanya menerangkan kata atau kelompok kata yang mengiringinya, sedangkan kata saja menerangkan kata atau kelompok kata yang mendahuluinya. Penggunaan kata hanya dan saja secara bersama-sama seperti pada data (8) bersifat mubazir. Untuk hal semacam itu, dalam bahasa Indonesia ragam baku pemakaian kata itu harus dipilih salah satu, hanya atau saja. Dengan demikian, data (8) dapat diperbaiki seperti berikut.
(8.1) Kemiskinan tampak bukan hanya di desa-desa, melainkan juga di kota-kota besar.
(8.2) Kemiskinan tampak bukan di desa-desa saja, melainkan juga di kota-kota besar.

2. 3 Kalimat
Pada subbab ini dibahas kesalahan pemakaian kalimat bahasa Indonesia pada karya tulis siswa Kelas 3 SMA Parisada Perhotelan, Amlapura, seperti dipaparkan berikut ini.
(1) Banyak remaja yang sudah mengonsumsi narkoba seperti sabu-sabu.
S
(2) Di Indonesia merupakan negara yang heterogen.
K P Pel

(3) Meskipun pemerintah sudah mengupayakan beberapa cara, tetapi kemiskinan masih saja ada.

(4) Kalau generasi muda sudah terkena narkoba, maka hancurlah masa depan bangsa itu.

(5) … bukan yang berasal dari dalam negeri, tetapi dari luar negeri.

(6) Hal itu tergantung dari sikap kita sebagai generasi muda.

(7) Di kota-kota besar banyak orang yang tidak memiliki pekerjaan. Karena lapangan pekerjaan sangat terbatas sekarang ini.

(8) Di diskotik-diskotik maupun hiburan malam banyak beredar narkoba.

Sekilas, data (1)—(2) tidak menampakkan adanya kekurangan. Akan tetapi, apabila dicermati, data (1) tidak memiliki predikat dan data (2) tidak memiliki subjek. Kelompok kata Banyak remaja yang sudah mengonsumsi narkoba seperti sabu-sabu (1) adalah subjek. Sementara itu, kelompok kata Di Indonesia (2) adalah keterangan. Berdasarkan unsurnya, data (1) berpola S, sedangkan data (2) berpola K P Pel. Ketidaklengkapan data (1) disebabkan oleh pemakaian kata yang pada kata kerja (predikat) yang sudah mengonsumsi (1). Pemakaian kata yang pada kata kerja data (1) menyebabkan identitas predikat menjadi kabur karena yang berfungsi memperluas kelompok kata subjek pada data (1). Adapun ketidaklengkapan data (2) disebabkan oleh pemakaian kata depan di pada Di Indonesia. Agar data (1) menjadi kalimat yang lengkap, yang pada predikat dihilangkan dan di (pada 2) dihilangkan. Perbaikan data (1)—(2) dapat dicermati pada (1a)—(2a) berikut.
(1a) Banyak remaja sudah mengonsumsi narkoba seperti sabu-sabu.
S P O
(2a) Indonesia merupakan negara yang heterogen.
S P Pel

Dengan demikian, pola perbaikan data (1a) adalah S P O dan S P Pel (2).

Data (3)—(4) merupakan data kalimat rancu. Kerancuan data (3)—(4) disebabkan penggunaan kata penghubung meskipun (3) dan kalau (4) pada awal kalimat yang diikuti oleh kata penghubung tetapi (3) dan maka (4). Selain itu, kerancuan data (3) juga disebabkan oleh penggabungan dua kalimat menjadi satu. Kalimat pertama pada (3), yang menggunakan kata penghubung meskipun, berupa kalimat majemuk bertingkat, sedangkan kalimat kedua, yang menggunakan kata penghubung tetapi, adalah anak kalimat majemuk setara. Dengan kata lain, dapat dikatakan, kerancuan data (3) disebabkan oleh penggabungan kalimat majemuk bertingkat dan kalimat majemuk setara ke dalam satu kalimat. Perbaikan kalimat itu dapat dilakukan dengan mengembalikan kalimat-kalimat pada (3) ke dalam struktur kalimat asalnya. Jika kata meskipun digunakan, kata tetapi tidak perlu lagi digunakan. Sebaliknya, jika kata tetapi digunakan, kata meskipun tidak digunakan. Data (3) dapat diperbaiki seperti (3a, b).
(3a) Meskipun pemerintah sudah mengupayakan beberapa cara, kemiskinan masih saja ada.

(3b) Pemerintah sudah mengupayakan beberapa cara, tetapi kemiskinan masih saja ada.


Data (4) berupa kalimat majemuk bertingkat. Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang unsur-unsurnya tidak sederajat. Artinya, unsur yang satu menjadi bagian dari unsur yang lain. Unsur yang menjadi bagian unsur yang lain itu disebut anak kalimat, sedangkan unsur yang tidak menjadi bagian unsur yang lainnya disebut induk kalimat. Ciri yang membedakan induk kalimat dari anak kalimat dapat dilihat berdasarkan (1) kemandirian dan (2) kata penghubung. Berdasarkan kemandirian, induk kalimat mempunyai kemandirian daripada anak kalimat.
Jika dicermati, berdasarkan kemandiriannya, data (4) tidak memiliki induk kalimat. Hal itu disebabkan penggunaan kata hubung kalau bersamaan dengan kata hubung maka dalam sebuah kalimat majemuk. Oleh karena itu, berdasarkan kemandiriannya, induk kalimat data (4) tidak dapat ditentukan.
Anak kalimat data (4) dapat ditentukan dengan pemakaian kata hubung. Menurut kaidah, kata hubung yang biasanya menyertai anak kalimat, antara lain kalau, agar, dan apabila. Dengan demikian, unsur kalimat Kalau generasi muda sudah terkena narkoba (4) adalah anak kalimat. Karena anak kalimat sudah dapat ditentukan, unsur kalimat yang berpeluang menjadi induk kalimat adalah unsur kalimat berikutnya dengan menghilangkan kata hubung maka sebagai ciri kemandiriannya. Induk kalimat data (4) adalah hancurlah masa depan bangsa itu. Perbaikan data (4) dapat dicermati pada (4a) berikut.
(4a) Kalau generasi muda sudah terkena narkoba, hancurlah masa depan bangsa itu.


Data (5—6) memperlihatkan kalimat yang tidak menggunakan ungkapan padu secara cermat yang ditemukan pada karya tulis siswa yang dijadikan sumber data.
Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa ungkapan berpasangan (padu). Artinya, penggunaan ungkapan semacam itu dalam kalimat harus selalu berpasangan. Dalam bahasa Indonesia ditemukan beberapa ungkapan padu, seperti bukan … melainkan, baik … maupun, tidak … tetapi, bergantung pada, dan terdiri atas. Dengan demikian, pemakaian ungkapan padu bukan… tetapi (5) dan tergantung dari (6) tidak sesuai dengan kaidah. Untuk itu, data (5—6) dapat diperbaiki seperti (5a—6a) berikut.
(5a) … bukan yang berasal dari dalam negeri, melainkan dari luar negeri.

(6a) Hal itu bergantung pada sikap kita sebagai generasi muda.


Hubungan antarkalimat yang membentuk kalimat majemuk, antara lain, ditandai dengan pemakaian kata penghubung. Pemakaian tanda hubung yang tidak tepat dapat menyebabkan ketidaklogisan hubungan antarkalimat majemuk. Berikut dikutipan pemakaian kata hubung, baik kata hubung kalimat majemuk setara maupun kalimat majemuk bertingkat, pada data (7—8).
Pada (7) terdapat pemakaian kata hubung karena sebagai penghubung antarkalimat. Apabila dicermati, data (7) sebenarnya merupakan kalimat majemuk bertingkat yang anak kalimatnya menyatakan sebab atau alasan terjadinya sesuatu yang dikemukakan dalam induk kalimat. Oleh karena itu, pemakaian kata hubung karena sebagai penghubung antarkalimat pada (7) tidak tepat sehingga data (7) harus diubah, seperti (7a).
(7a) Di kota-kota besar banyak orang yang tidak memiliki pekerjaan karena lapangan pekerjaan sangat terbatas sekarang ini.


Data (8) memperlihatkan pemakaian kata maupun yang tidak tepat. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kata maupun merupakan ungkapan yang kehadirannya selalu berpasangan dengan kata baik (baik … maupun) dalam kalimat majemuk setara gabungan. Selain baik … maupun, kalimat majemuk setara gabungan juga ditandai, antara lain, dengan kata hubung dan, serta, dan lagi pula. Dengan demikian, jika kata hubung maupun dipertahankan pemakaiannya, kata baik harus dipakai sebelum kelompok kata di diskotik-diskotik. Akan tetapi, kata hubung maupun juga dapat diganti dengan kata hubung dan. Pemakaian kata hubung yang tepat dapat dilihat pada (8a—b).
(8a) Baik di diskotik-diskotik maupun hiburan malam banyak beredar narkoba.

(8b) Di diskotik-diskotik dan hiburan malam banyak beredar narkoba.



3. Simpulan

Tulisan ini membahas pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar, yang meliputi pemakaian ejaan dan kalimat, dengan sumber data karya tulis siswa kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura.
Berkaitan dengan ejaan, kesalahan yang ditemukan, antara lain, berupa kekurangcermatan (1) pemakaian huruf kapital, (2) pemakaian huruf miring, dan (3) pemakaian tanda baca. Ketidakcermatan pemilihan kata pada karya tulis siswa tampak pada (1) pemakaian verba tidak berimbuhan, seperti nganggur dan punya dan (2) pemakaian kata yang mubazir, seperti para guru-guru, seperti misalnya, dan demi untuk. Berdasar-kan pemakaian kalimat, kesalahan tampak, antara lain, pada pemakaian kalimat yang tidak bersubjek dan berpredikat, kalimat rancu, kalimat rancu, dan kalimat majemuk yang tidak berinduk.


DAFTAR PUSTAKA


Ali, Lukman et al. 1991. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia di Irian Jaya. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

---------------. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Alwi, Hasan (ed.). 2001. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia Kalimat. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

Alwi, Hasan et al. 2003a. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

----------------. 2003b. Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 2. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.


Hakim et al. 1991. “Ejaan”. Dalam Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia di Irian Jaya. (Lukman Ali ed.) Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebu-dayaan.

Latief, Abdul (ed.). 2001. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia Ejaan. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

Partami, Ni Luh. 2006. “Bahasa Indonesia pada Karya Tulis Ilmiah Siswa Kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura, Bali”. Denpasar: Balai Bahasa.

Sugono, Dendy. 1986. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: CV Kilat Gravita.

Sugono, Dendy (ed.). 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

Penulisan Kata Baku Bahasa Indonesia pada Karya Tulis Ilmiah

Penulisan Kata Baku Bahasa Indonesia pada Karya Tulis Ilmiah
Siswa Kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura

Ni Luh Partami


Abstrak
Ragam baku dibedakan atas ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya, termasuk karya tulis ilmiah. Dengan demikian, karya tulis ilmiah siswa Kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura yang dijadikan sumber data diasumsikan juga memakai ragam tulis baku. Setelah dicermati, tampaknya masih ditemukan kesalahan penulisan kata dalam sumber data, seperti penulisan awalan (di pukul), penulisan kata depan (kemana-mana), dan penulisan partikel pun (desapun). Oleh karena itu, pada kesempatan ini disajikan tulisan dengan topik kesalahan penulisan kata bahasa Indonesia.

Kata kunci: kata baku, kata tidak baku


1. Pendahuluan
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai ragam resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya (Arifin dan S. Amran Tasai, 2006: 22). Ragam baku memiliki sifat-sifat, antara lain (1) kemantapan dinamis, (2) cendekia, dan (3) seragam.
Kemantapan dinamis artinya sesuai dengan kaidah bahasa dan tidak kaku. Frasa seperti lepas landas, lepas pantai, dan lepas tangan merupakan contoh kemantapan kaidah bahasa, sedangkan kata langganan yang memiliki makna ganda ‘orang yang berlangganan’ dan ‘toko tempat langganan’ merupakan contoh kata yang dinamis.
Ragam baku bersifat cendekia artinya ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Pemakai ragam baku adalah kaum terpelajar pada situasi resmi. Selain itu, ragam baku juga bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa.
Ragam baku dibedakan atas ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya, termasuk karya tulis ilmiah. Dengan demikian, karya tulis ilmiah siswa Kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura yang dijadikan sumber data seharusnya juga memakai ragam tulis baku.
Setelah dicermati, tampaknya masih ditemukan kesalahan penulisan kata dalam sumber data, seperti penulisan awalan (di pukul, seharusnya dipukul), penulisan kata depan (kemana-mana, seharusnya ke mana-mana), dan penulisan partikel pun (desapun, seharusnya desa pun). Oleh karena itu, pada kesempatan ini disajikan tulisan dengan topik kesalahan penulisan kata bahasa Indonesia.

2. Penulisan Kata Baku Bahasa Indonesia
Penulisan kata baku bahasa Indonesia yang diamati pada karya tulis siswa Kelas 3 SMA Perhotelan Parisada Amlapura berkaitan dengan penulisan (a) kata serapan, (b) gabungan kata, (c) awalan, (d) kata depan (preposisi), (e) singkatan, (f) kata ulang, dan (g) kata baku. Berikut deskripsinya.

2.1 Penulisan Kata Serapan
Dalam data ditemukan penulisan kata serapan yang tidak sesuai dengan kaidah.
(1) Pada jaman global seperti sekarang ini kita dituntut aktif mengikuti perkembangan teknologi.

(2) Orang tuanya tidak mengijinkannya bersekolah ke luar daerah.

(3) Meskipun tidak berijasah SMA, aku akan tetap ikut berkompetisi.


Kaidah penulisan kata yang masih banyak dilanggar adalah penulisan unsur serapan seperti jaman (1), ijin (2), dan ijasah (3). Penulisan kata jaman (1), ijin (2), dan ijasah (3) masih sering dikacaukan penulisannya. Kata jaman, ijin, dan ijasah termasuk kata serapan yang sumbernya ditulis dengan menggunakan huruf z, bukan j. Untuk itu, kata-kata serapan jaman, ijin, dan ijasah pada (1—3) tetap ditulis sesuai dengan sumber aslinya tanpa perlu disesuaikan ejaannya karena huruf z sudah termasuk dalam alfabet bahasa Indonesia. Perbaikannnya dapat dicermati pada (1a)—(3a).
(1a) Pada zaman global seperti sekarang ini kita dituntut aktif mengikuti perkembangan teknologi.

(2a) Orang tuanya tidak mengizinkannya bersekolah ke luar daerah.

(3a) Meskipun tidak berijazah SMA, aku akan tetap ikut berkompetisi.




2.2 Penulisan Gabungan Kata

Dalam bahasa Indonesia unsur-unsur pembentuk gabungan kata ada yang mandiri sebagai kata dan ada pula yang berupa bentuk terikat. Hal itu menyebabkan perlakuan penulisan kedua gabungan kata itu berbeda.
Dalam sumber data ditemukan penulisan gabungan kata yang tidak sesuai dengan kaidah seperti data berikut.
(1) Di era globalisasi ini banyak sekali remaja yang menyalah gunakan obat-obatan terlarang.

(2) Di kalangan remaja banyak terjadi penyalah gunaan obat, misalnya narkoba.

(3)Dengan ke ingin tahuannya itu ….

(4) Kalau masalah itu tidak di tindak lanjuti, generasi muda akan hancur.



Pada contoh (1)—(4) terdapat penulisan gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran, yang penulisannya tidak sesuai dengan kaidah, yaitu menyalah gunakan (1), penyalah gunaan (2), ke ingin tahuannya (3), dan di tindak lanjuti (4). Menurut kaidah, gabungan kata yang unsur-unsurnya mandiri dituliskan terpisah. Misalnya, gabungan kata pada (1)—(4) memiliki unsur-unsur mandiri, yaitu salah guna (1)—(2), ingin tahu (3), dan tindak lanjut (4). Akan tetapi, jika gabungan kata yang berupa unsur-unsur mandiri itu mendapat awalan dan akhiran sekaligus, penulisannya diserangkaikan. Dengan demikian, penulisan gabungan kata (1)—(4) tidak sesuai dengan kaidah. Perbaikannya dapat dicermati pada (1a)—(4a).

(1a) Di era globalisasi ini banyak sekali remaja yang menyalahgunakan obat-obatan terlarang.

(2a) Di kalangan remaja banyak terjadi penyalahgunaan obat, misalnya narkoba.

(3a) Dengan keingintahuannya itu ….

(4a) Kalau masalah itu tidak ditindaklanjuti, generasi muda akan hancur.


Sementara itu, apabila gabungan kata mendapat awalan saja atau akhiran saja, unsur-unsurnya dituliskan terpisah.
Contoh:
di- + beri tahu diberi tahu
beri tahu + -kan beri tahukan

ber- + garis bawah bergaris bawah
garis bawah + -i garis bawahi


2.3 Penulisan Awalan di-
Dalam karya tulis yang dijadikan sumber data cukup banyak ditemukan penulisan awalan yang tidak sesuai dengan kaidah, khususnya awalan di-. Data berikut memperlihatkan hal itu.
(1) Narkoba sudah semakin marak di gunakan oleh generasi muda.

(2) Mereka pantas di kutuk dan di hukum berat.

(3) Adapun cara yang di tempuh oleh pemerintah untuk menanggulangi narkoba adalah ….

(4) Zaman sekarang ini sifat remaja memang susah di tebak.

(5) Narkoba tidak hanya di konsumsi oleh remaja kota ….


Pada data (1)—(5) tampak penulisan awalan di- ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya. Penulisan seperti itu muncul kemungkinan karena siswa tidak memahami perbedaan antara kata depan dan awalan.
Menurut kaidah, awalan seperti di- dan ke- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Dengan demikian, penulisan awalan di- pada data (1)—(5) tidak sesuai dengan kaidah. Penulisan yang benar dapat dicermati pada (1a)—(5a).
(1a) Narkoba sudah semakin marak digunakan oleh generasi muda.

(2a) Mereka pantas dikutuk dan dihukum berat.

(3a) Adapun cara yang ditempuh oleh pemerintah untuk menanggulangi narkoba adalah ….

(4a) Zaman sekarang ini sifat remaja memang susah ditebak.

(5a) Narkoba tidak hanya dikonsumsi oleh remaja kota ….

2.4 Penulisan Kata Depan di dan ke
Dalam bahasa Indonesia terdapat kata depan di, ke, dan dari. Menurut kaidah ejaan, kata depan dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada. Akan tetapi, dalam kenyataannya masih banyak ditemukan kesalahan penulisan kata depan, seperti dapat dicermati pada data berikut.
(1) Narkoba juga merupakan obat yang mudah dipakai dan dibawa kemana-mana.
(2) Pada era sekarang ini dimana-mana banyak ditemukan jenis-jenis narkoba.

(3) Kita semua merasakan bahwa kemiskinan dinegara kita semakin merajalela.

(4) Mereka harus memilih salah satu diantara dua pilihan.

(5) Dalam pergaulan bebas tidak tertutup kemungkinan kita akan terjerumus kedalamnya.

(6) Mereka yang sudah kecanduan akan dibawa ketempat rehabilitasi.


Pada data (1)—(6) terdapat kesalahan penulisan kata depan, seperti kemana-mana (1), dimana-mana (2), dinegara (3), diantara (4), kedalamnya (5), dan ketempat (6). Kesalahan penulisan kata depan seperti (1)—(6) terjadi, antara lain, karena siswa kurang dapat membedakan kata depan dari awalan. Untuk mengatasi keraguan itu, siswa dapat memanfaatkan kiat praktis berikut.
Bentuk di- sebagai awalan biasanya (1) membentuk kata kerja dan berpasangan dengan kata kerja berawalan meng- dan (2) tidak dapat disubstitusi dengan dari, sedangkan di sebagai kata depan (1) selalu diikuti kata benda yang menyatakan ‘arah’ atau ‘tempat’, (2) tidak membentuk kata kerja, dan (3) dapat disubstitusi dengan kata depan dari.
Bentuk ke sebagai kata depan (1) selalu diikuti kata benda yang menyatakan ‘arah’ dan (2) dapat disubstitusi dengan dari. Bentuk ke- sebagai awalan (1) membentuk kata benda dari kata lain dan (2) tidak dapat disubstitusi dengan dari. Selain ciri-ciri di atas, dari segi penulisan di dan ke sebagai kata depan dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya, sedangkan di- dan ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Data (1)—(6) yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan kata depan dapat diperbaiki sepeti (1a)—(6a).
(1a) Narkoba juga merupakan obat yang mudah dipakai dan dibawa ke mana-mana.

(2a) Pada era sekarang ini di mana-mana banyak ditemukan jenis-jenis narkoba.

(3a) Kita semua merasakan bahwa kemiskinan di negara kita semakin merajalela.

(4a) Mereka harus memilih salah satu di antara dua pilihan.

(5a) Dalam pergaulan bebas tidak tertutup kemungkinan kita akan terjerumus ke dalamnya.

(6a) Mereka yang sudah kecanduan akan dibawa ke tempat rehabilitasi.

2.5 Penulisan Partikel pun
Dalam data juga ditemukan penulisan partikel pun yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan. Berikut contohnya.
(1) … bahkan di pelosok desapun sangat banyak ditemukan pemakai narkoba.

(2) Begitupun para artis ….
(3) … di kota-kota besarpun kini sudah menjamur.
(4) Kalau duduk di samping orang merokok, kitapun ….
(5) … gaya hidup manusiapun mulai berubah.

Berdasarkan kaidah, penulisan partikel pun ada yang dirangkai dan ada yang dipisah dengan kata yang di depannya. Jika pun sudah dianggap sebagai ungkapan yang padu, pun ditulis serangkai. Hal itu tampak, misalnya, pada kata walaupun, biarpun, dan bagaimanapun. Akan tetapi, jika partikel pun telah memiliki makna, yaitu ‘juga’, penulisannya dipisah dengan kata yang mendampinginya.
Pada contoh (1)—(5) tampak bahwa partikel pun pada desapun (1), begitupun (2), besarpun (3), kitapun (4), dan manusiapun (5) bukan merupakan ungkapan yang padu seperti walaupun, biarpun, dan bagaimanapun. Partikel pun pada (1)—(5) sudah memiliki makna, yaitu ‘juga’ sehingga penulisannya harus dipisah dengan kata yang di depannya. Oleh karena itu, penulisan pun seperti (1)—(5) tidak sesuai dengan kaidah. Perbaikan data (1)—(5) dapat diperbaiki seperti (1a)—(5a).
(1a) … bahkan di pelosok desa pun sangat banyak ditemukan pemakai narkoba.

(2a) Begitu pun para artis ….
(3a) … di kota-kota besar pun kini sudah menjamur.
(4a) Kalau duduk di samping orang merokok, kita pun ….
(5a) … gaya hidup manusia pun mulai berubah.

2.6 Penulisan Singkatan
Singkatan adalah bentuk bahasa yang dipendekkan, dari kata atau kelompok kata, yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Dalam karya tulis yang dijadikan sumber data ditemukan penulisan singkatan seperti berikut.
(1) Keinginan mencuri, menodong, dll akan timbul jika pemakai tidak mempunyai uang untuk membeli narkoba.

(2) … suatu kenikmatan dng keuntungan besar.
(3) … utk bisa hidup mandiri dan menjadi orang sukses.
(4) Sebelum terjerumus pada barang haram tsb, kita sebagai generasi muda hendaknya berhati-hati dlm bergaul.

(5) Kebanyakan di antara mereka memeras orang tuanya, mencuri, dsb hanya demi obat itu.


Singkatan seperti (1)—(5) banyak mewarnai karya tulis siswa yang dijadikan sumber data. Seharusnya singkatan seperti itu tidak muncul dalam sebuah karya tulis. Karya tulis, apalagi yang bersifat ilmiah, menuntut kebakuan yang tinggi. Walaupun tercantum dalam kaidah ejaan, pemakai bahasa (siswa) tidak dianjurkan menyingkat sebuah kata, terutama dalam tulisan yang bersifat resmi.
Kembali pada data (1)—(5), menurut kaidah, singkatan umum, seperti (1)—(5), yang terdiri atas tiga huruf atau lebih penulisannya diikuti satu tanda titik. Apabila dicermati, singkatan pada data (1)—(5), seperti dll (1), dng (2), utk (3), dlm (4), dan dsb (5), tidak diikuti tanda titik. Oleh karena itu, penulisan singkatan pada (1)—(5) tidak sesuai dengan kaidah penulisan singkatan dan dapat diperbaiki seperti (1a)—(5a).
(1a) Keinginan mencuri, menodong, dll. akan timbul jika pemakai tidak mempunyai uang untuk membeli narkoba.

(2a) … suatu kenikmatan dng. keuntungan besar.
(3a) … utk. bisa hidup mandiri dan menjadi orang sukses.
(4a) Sebelum terjerumus pada barang haram tsb., kita sebagai generasi muda hendaknya berhati-hati dlm. bergaul.

(5a) Kebanyakan di antara mereka memeras orang tuanya, mencuri, dsb. hanya demi obat itu.

Dalam karya tulis ilmiah yang menuntut tingkat kebakuan yang tinggi, penggunaan singkatan harus dihindari. Untuk itu, data (1)—(5) dan (1a)—(5a) dapat diperbaiki seperti (1b)—(5b).
(1b) Keinginan mencuri, menodong, dan lain-lain akan timbul jika pemakai tidak mempunyai uang untuk membeli narkoba.

(2b) … suatu kenikmatan dengan keuntungan besar.
(3b) … untuk bisa hidup mandiri dan menjadi orang sukses.
(4b) Sebelum terjerumus pada barang haram tersebut, kita sebagai generasi muda hendaknya berhati-hati dalam bergaul.

(5b) Kebanyakan di antara mereka memeras orang tuanya, mencuri, dan sebagainya, hanya demi obat itu.



2.7 Penulisan Kata Ulang

Kata ulang adalah bentuk kata yang dihasilkan dari proses perulangan dan dituliskan secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung (-). Walaupun kaidahnya sudah jelas, masih ditemukan juga kesalahan penulisan kata ulang pada karya tulis siswa yang dijadikan sumber data. Berikut contohnya.
(1) … ada yang di iming imingi dengan keuntungan besar.
(2) Ini terlihat pada produk 2x buatan Indonesia yang belum begitu diminati.

(3) … seperti kata2 yang penuh sumpah serapah.
(4) Mereka bisa mempengaruhi anakxx di bawah umur.
(5) … merupakan obat 2 an terlarang.

Pada data (1) terdapat kata ulang di iming imingi yang merupakan perulangan berimbuhan, yaitu kata ulang yang mendapat awalan dan akhiran. Kesalahan penulisan kata ulang pada data (1) adalah (1) tidak digunakannya tanda hubung dan (2) penulisan awalan di- pada kata iming yang pertama yang tidak sesuai dengan kaidah. Kata dasar kata ulang di iming imingi adalah iming-iming, ditulis dengan menyertakan tanda hubung (-) di antaranya. Kata dasar tersebut kemudian mendapat awalan dan akhiran di- … -i. Sesuai dengan kaidah, penulisan kata ulang data (1) yang benar adalah awalan di- ditulis serangkai dengan iming yang pertama dan di antara iming pertama dan kedua diberi tanda hubung (-), seperti terlihat pada (1a).
(1a) … ada yang diiming-imingi dengan keuntungan besar.

Data (2)—(5) juga memperlihatkan kesalahan penulisan kata ulang. Data tersebut akan menjadi benar apabila digunakan pada penulisan yang bersifat pribadi. Akan tetapi, jika digunakan pada karya tulis ilmiah, model penulisan kata ulang seperti (2)—(5) dapat mengurangi kadar keilmiahan sebuah karya tulis. Untuk itu, penulisan seperti (2)—(5) tidak dianjurkan dalam penulisan yang bersifat ilmiah (resmi) karena penulisan kata ulang seperti itu tidak sesuai dengan kaidah penulisan kata ulang.
Kata ulang yang terdapat pada (2)—(4), yaitu produk 2x (2), kata2 (3), anakxx (4) adalah perulangan dasar, yang menurut kaidah ditulis dengan lengkap, tanpa tanda apa pun, dengan menempatkan tanda hubung di antara kedua kata dasar itu. Sementara itu, kata ulang obat 2 an (5) merupakan perulangan berimbuhan (sama dengan data 1), yaitu imbuhan akhiran. Menurut kaidah, penulisannya juga harus lengkap dan disertai dengan tanda hubung (-) di antara unsur-unsur yang diulang. Dengan demikian, data (2)—(5) dapat diperbaiki seperti (2a)—(5a).
(2a) Ini terlihat pada produk-produk buatan Indonesia yang belum begitu diminati.

(3a) … seperti kata-kata yang penuh sumpah serapah.
(4a) Mereka bisa mempengaruhi anak-anak di bawah umur.
(5a) … merupakan obat-obat an terlarang.

2.8 Penulisan Kata Baku
Sebuah kata dapat dinyatakan baku apabila kata tersebut digunakan sebagian besar masyarakat dalam situasi pemakaian bahasa yang bersifat resmi dan menjadi rujukan norma dalam penggunaannya (Latief ed., 2001:15). Contoh kesalahan pemakaian kata baku berikut ditemukan pada karya tulis siswa yang dijadikan sumber data.
(1) Kita tidak akan bisa merubah takdir, tetapi kita bisa merubah nasib dengan jalan berusaha dan berdoa.

(2) Kalau saja pemerintah mau perduli dengan keadaan rakyatnya, kemiskinan itu bisa ditanggulangi.

(3) … dengan hukuman agar mereka tahu gimana rasanya hidup di penjara.

(4) Kami menghimbau kepada aparat keamanan agar mengadakan patroli di tempat-tempat hiburan.



Contoh (1)—(4) berkaitan dengan pemakaian kata-kata baku. Baku, menurut Ali et al., 1995:82, adalah tolok ukur yang berlaku untuk kuantitas yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan standar. Bertitik tolak dari definisi itu, kata baku adalah kata yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Baku tidaknya sebuah kata dapat dicermati dalam kamus (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kata-kata seperti merubah (1), perduli (2), gimana (3), dan menghimbau (4) adalah kata-kata yang tidak baku. Dalam Ali et al., 1995, tidak termuat kata merubah, yang ada kata mengubah. Berkaitan dengan contoh (1), buku-buku tata bahasa menyebutkan dalam bahasa Indonesia tidak dikenal awalan mer-, tetapi awalan meng-. Sejalan dengan itu, kata turunan yang muncul dari kata dasar ubah adalah mengubah, bukan merubah. Demikian juga, kata gimana (3) dalam Ali et al., 1995 dijelaskan sebagai ragam cakap. Karena sumber data adalah penulisan karya tulis ilmiah yang menuntut kadar kebakuan yang tinggi, kata-kata seperti itu tidak layak digunakan dalam ragam resmi. Kata perduli (2) dan menghimbau (4) juga bukan merupakan kata baku. Kata baku untuk kata perduli dan menghimbau adalah peduli dan mengimbau. Contoh (1)—(4) dapat diperbaiki menjadi (1a)—(4a) berikut.
(1a) Kita tidak akan bisa mengubah takdir, tetapi kita bisa mengubah nasib dengan jalan berusaha dan berdoa.

(2a) Kalau saja pemerintah mau peduli dengan keadaan rakyatnya, kemiskinan itu bisa ditanggulangi.

(3a) … dengan hukuman agar mereka tahu bagaimana rasanya hidup di penjara.

(4a) Kami mengimbau kepada aparat keamanan agar mengadakan patroli di tempat-tempat hiburan.



3. Simpulan
Tulisan ini membahas pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar, khususnya penulisan kata baku, dengan sumber data karya tulis siswa kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura, Bali.
Seperti yang telah diuraikan pada Bagian 2, masih tampak kesalahan penulisan kata, seperti penulisan (a) kata serapan (jaman, ijin), (b) gabungan kata (menyalah gunakan), (c) awalan (di hukum, di tebak), (d) kata depan (preposisi) (kemana-mana, diantara), (e) partikel pun (desapun, besarpun), (f) singkatan (dll, utk), (g) kata ulang (produk2x, kota2), dan (h) kata baku (merubah, perduli). Terjadinya kesalahan penulisan kata seperti itu memperlihatkan kaidah penulisan kata pada karya tulis siswa kelas 3 SMA Parisada Perhotelan Amlapura, Bali belum diterapkan secara maksimal oleh siswa.








DAFTAR PUSTAKA


Ali, Lukman et al. 1991. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia di Irian Jaya. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

---------------. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Alwi, Hasan et al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin, Zainal dan S. Amran Tasai. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo

Budiasa, I Nengah. 2005 “Analisis Kesalahan Pemakaian Bahasa Indonesia pada Naskah Pidato Pejabat Eselon IV di Lingkungan Provinsi Bali”. Denpasar: Balai Bahasa.

Hakim et al. 1991. “Ejaan”. Dalam Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia di Irian Jaya. (Lukman Ali ed.) Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengem-bangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Latief, A. (ed.). 2001. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia Ejaan. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

Sugono, Dendy (ed.). 2006a. Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

---------------------. 2006b. Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 2. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.